Pages

Saturday 20 February 2010

Mudahnya berbelanja online


Saat ini Toko online begitu menjamur didunia maya, dan sesungguhnyapun sangat memudahkan kita untuk berbelanja tanpa harus repot keluar rumah dan mengeluarkan uang banyak. Coba kita pikirkan lebih jauh tentang biaya untuk keluar rumah pergi ke suatu tempat perbelanjaan contohnya ke mall. Dari rumah niat kita hanya untuk membeli satu barang, tapi karena mata jelalatan akhirnya ada rasa keinginan untuk membeli yang lainnya, dan akhirnya niatpun berubah. terkadang uang yang kita sudah targetkan untuk keperluan lain selain membeli pakaian atau barang lainnya, akhirnya terpakai, dan jadi bingung sendiri karena uangpun tanpa sadar habis sebelum waktunya.

Keuntungan belanja di Toko online, kita tak perlu repot untuk keluar rumah, hanya pesan barang dengan order yang telah ditentukan sang pemilik toko, dan bila kita memilki key BCA atau bank lainnya, kita tinggal mentransfer via internet. Tidak dapat disangkal Memang, belanja ditoko online agak rawan dari pihak-pihak pemilik toko online yang ilegal yang tak bertanggung jawab diinternet, dan akhirnya kita tertipu uangpun lenyap barang tak didapat.

Insyaallah, di Toko online haliyah.com kami memberikan pelayanan yang memuaskan, produk-produk dengan harga terjangkau dan dengan model-model baju yang indah cantik tersedia. Dengan saling amanah insyaallah anda belanja terhadap toko kami akan lancar dalam proses order. Dengan pengiriman via Tiki Jne hanya cukup memakan waktu beberapa hari saja , bila ingin segera sampai, anda tinggal memilih kategori SS yang lebih mahal ongkos kirimnya, dan untuk kategori Reguler mungkin agak lebih lama memakan waktu beberapa hari. Mudahkan berbelanja diToko online ?

Silakan buka saja ~Toko online haliyah collection~ untuk mengoleksi pakaian, mukena, jilbab dan aksesories anda.




Monday 15 February 2010

Efek Jera Bagi Koruptor Dan Hukum Agama


Pada tahun 2009 salah satu stasiun televisi luar negeri pernah menayangkan berita mengenai sekelompok demonstran di Moskow, Rusia yang menyerukan hukuman potong tangan bagi koruptor meski mereka bukan muslim. Padahal hukuman berupa potong tangan adalah jenis hukuman yang telah ditetapkan syari’at Islam bagi pencuri. Para demontran membawa spanduk yang bertuliskan: “Ulurkan tangan kalian kepada sesuatu yang tidak kalian miliki. Kami ulurkan tangan kami untuk memotongnya sebagai hukuman bagi kalian.”

Para demonstran itu keluar untuk memprotes merajalelanya korupsi. Aksi mereka rupanya dipicu oleh peningkatan volume korupsi yang membuat negara menderita kerugian yang luar biasa besarnya, yaitu berkisar antara 240 hingga 300 miliar dolar, Inilah yang mendorong masyarakat menuntut diterapkannya hukum Islam atas pencurian. Apalagi hal itu telah terbukti berhasil mencegah kejahatan pencurian di negeri-negeri yang menerapkannya, seperti Arab Saudi.

Walaupun ada peringatan dari Presiden Rusia, Dmitry Medvedev terhadap konsekuensi dari merajalelanya fenomena korupsi ini. Dalam hal ini, ia menyatakan dengan tegas akan memerangi korupsi sebagai prioritas kebijakan politiknya. Ia juga memutuskan untuk membentuk Komisi Nasional untuk Pemberantasan Korupsi. Bahkan di akhir tahun lalu ia telah mendapat persetujuan dari Majlis Duma terkait rangkaian undang-undang yang memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan korupsi. Namun semua itu tidak mengakibatkan berkurangnya kejahatan korupsi.


Indonesia adalah sebuah negara dengan wilayah luas, agama yang beragam dan masyarakat yang pluralis. Penerapan hukum potong tangan di Indonesia? Kenapa tidak? Hukum potong tangan ternyata jauh lebih lebih murah, efektif dan efesien dibanding hukuman penjara.

Misalnya saja seorang koruptor dihukum penjara selama 20 tahun maka Negara harus menanggung kerugian-kerugian sebagai berikut:
  1. Selama 20 tahun pemerintah harus menanggung biaya hidup terhukum. Bila asumsi biaya makan seorang Napi setiap hari berkisar Rp. 10.000,- maka selama 20 tahun (dengan asumsi zero inflation), biaya yang harus ditanggung pemerintah berkisar: Rp. 12.000 x 20 tahun x 365 hari = Rp. 73.000.000,- untuk seorang Napi saja. Belum lagi menyediakan prasarana lain yang juga tidak kalah banyaknya dan juga biayanya.
  2. Alangkah lebih baik dana dan anggaran pembiayaan narapidana itu dialihkan untuk hal lain yang lebih bermanfaat demi kesejahteraan atau memberi penghidupan bagi orang miskin di negeri ini. Penjara atau sekarang dikenal sebagai Lembaga Pemasyarakatan, belum tentu dapat membina seseorang untuk berperilaku lebih baik lagi. Ini terbukti dari beberapa kasus kejahatan kriminal dan narkoba, penjara justru menjadi “sekolahan” untuk memperbaiki teknik kejahatannya..
  3. Hukuman yang demikian lama, tidak jarang membuat keretakan hubungan rumah tangga dan persaudaraan. Yang akhirnya malah menimbulkan guncangan bagi keluarga narapidana terutama bagi anak-anak. Dan anak-anak yang berlatar belakang broken home, tidak jarang akan menimbulkan persoalan baru bila ia sudah dewasa kelak.
  4. Hukuman penjara juga berarti membuat si terhukum harus mampu menahan syahwat libidonya. Karena sejak ia menghuni penjara, maka ia tidak bebas lagi menyalurkan libidonya secara halal. Tidak menutup kemungkinan membuka peluang pelacuran tersembunyi di penjara atau penyimpangan perilaku seksual di penjara mulai dari yang ringan seperti onani hingga perilaku homoseksual. Dan hal ini malah menjadi kemungkaran yang baru dan tidak mustahil pula malah menjadi ajang penyebaran penyakit kelamin yang mematikan seperti AIDS.
  5. Tidak jarang kehidupan gratis di dalam penjara bisa menyebabkan motivasi seseorang untuk berbuat kejahatan. Jadi motivasinya:” berbuat jahat dulu, kemudian hidupnya akan ditanggung Negara.”
Logikanya sangat mudah dipahami. Penjara sungguh mahal jika dibandingkan dengan hukum potong tangan, yang cepat, berbiaya murah dan memiliki efek jera,. Dalam hukum Islam, terhukum akan diminta taubat terlebih dahulu sebelum dieksekusi.

Dalam efek psikologis, hukuman yang bersifat mencederai fisik biasanya lebih punya efek jera. Sanksi (hukuman) dalam Islam berfungsi sebagai zawâjir (pencegah), yakni mencegah dilakukannya kejahatan yang sama di dunia, dan juga berfungsi sebagai jawâbir (penebus), yakni menebus (menghapus) sanksi di akhirat.


Sebelum Islam memberlakukan hukuman potong tangan bagi pencuri, maka Islam terlebih dahulu membuat sistem yang sempurna, yang menjelaskan realitas kepemilikan, sebab-sebab kepemilikan, bentuk-bentuk transaksi kerja sama, mata uang, menentukan sumber pendapatan Baitul Mal, melarang penipuan, penyuapan, dan korupsi. Sebagaimana Islam memecahkan problem kemiskinan melalui pendistribusian kekayaan yang baik dan merata, mendorong untuk bekerja, dan menjelaskan hukum sewa-menyewa (upah-mengupah).

Sebenarnya masih banyak lagi solusi-solusi yang berupa sistem ekonomi Islam yang unik, karena eksistensinya yang merupakan wahyu dari Allah, yang mengharuskan kaum Muslim menerapkannya sebagaimana sistem-sistem dan perundangan-perundangan yang lain dengan penerapan secara revolusioner dan menyeluruh.

Mungkinkah hukum potong tangan bisa diterima dan diterapkan di Indonesia? Perdebatan panjang pasti akan terjadi dengan sengit. Kemungkinan besar perdebatan akan dimulai oleh kalangan yang antipati terhadap hukum Islam yang diangap radikal, ekstrim dan semacamnya. Kalangan ini justru kebanyakan berasal dari umat Islam sendiri. Logikanya mudah dipahami. Kebanyakan koruptor di Indonesia memang beragama Islam.
Substansinya sebenarnya terletak pada efesiensi dan efektifitas sebuah jenis hukuman. Maka dibutuhkan semacam konsensus nasional yang mau tidak mau harus melibatkan para pakar hukum, tata negara, pemuka-pemuka semua agama yang ada di Indonesia dan semua elemen.

Ini adalah jalan tengah di tengah pluralisme dan agama-agama yang berbeda. Untuk mengurainya sederhana saja:
1. Upaya menekan angka korupsi sampai ke angka terendah hanya dapat dicapai jika hukuman itu berpotensi memberikan efek jera yang sangat kuat.
2. Satu-satunya jenis hukuman bagi koruptor yang bisa memberikan efek jera hanya hukum agama termasuk hukum potong tangan dalam agama Islam.
3. Agama-agama yang ada dengan masing-masing pemeluknya harus tetap dihormati. Koruptor yang bukan Islam tentu tidak boleh dihukum potong tangan. Agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha harus memberikan penerapan hukuman yang radikal untuk koruptor sesuai dengan hukum agama yang dianutnya masing-masing. Dalam hal ini sedapat mungkin agama-agama di Indonesia selain Islam  harus menyepakati bentuk hukuman yang dianggap paling 'setara' atau 'mendekati' hukum potong tangan.

NB : Artikel ini saya ikut sertakan sebagai sumbangsih dalam kompetisi ANTI KORUPSI BLOGPOST COMPETITION yang diselenggarakan oleh www.ceritainspirasi.net

Friday 12 February 2010

Ilmu Berbakti

Oleh: Fanda

Mau menuntut ilmu? Daftarkanlah dirimu ke sekolah, tentu saja. Sekolah memang tempat menuntut ilmu. Semua orang tua yang memiliki putra/putri yang akan menanjak balita pasti sudah mulai bertanya sana-sini mengenai sekolah. Sekolah apa yang sekarang bagus (maklum jaman sudah berubah, sekolah yang pada jaman mereka dulu bagus, belum tentu sekarang masih), berapa budget yang harus disiapkan, dll.

Masalahnya, apakah dengan memasukkan anak ke suatu sekolah yang bagus, itu berarti pendidikan si anak pasti terjamin sehingga orang tua bisa lepas tanggung jawab untuk mendidiknya? Oh tidak! Paling tidak, tidak-kalau itu di Indonesia (soalnya aku tak pernah tahu system pendidikan di negara lain). Menurutku, sekolah di Indonesia terlalu berfokus pada peningkatan kecerdasan otak (IQ) semata, sementara kualitas yang lain, seperti kecerdasan emosional (EQ) kurang atau belum diperhatikan.

Satu contoh saja, pada waktu kelulusan sekolah (SMA). Kelulusan boleh dipandang sebagai hal paling penting dalam hidup para ABG. Bagaimana tidak, itu kan pintu gerbang menuju masa depan mereka? Jadi, apa yang mereka rasakan? Senang, bahagia, lega, bersyukur. Pasti semua siswa (yang lulus) merasakan hal yang sama. Namun, bagaimana cara mereka mengekspresikan rasa bahagia dan syukur tadi? Kita tahu sendiri bagaimana suasana di banyak sekolah di tanah air ini ketika kelulusan sekolah. Corat-coret di baju seragam (kalau jamanku dulu cukup pake spidol, dan yang ditorehkan tanda tangan dan nama saja), kalau sekarang pakai cat warna-warni, dengan gambar atau tulisan apa saja.

Belum cukup, mereka yang naik sepeda motor akan melakukan konvoi di jalanan, dengan pakaian yang warna-warni tak keruan, merasa menjadi raja atau ratu jalanan sehingga tak lagi memperhatikan rambu lalu lintas, apalagi keselamatan pemakai jalan (termasuk dirinya sendiri). Memang, itu hak mereka sih. Toh mereka sudah bersusah payah belajar selama berhari-hari, memeras otak berjam-jam (mungkin loh ya…) demi mendapat predikat lulus itu. Jadi boleh toh kalau merayakan hari istimewa itu dengan tidak biasa?

Boleh saja. Harus malah, agar kelulusan itu menandai akhir sebuah fase perjalanan hidup, untuk kemudian memasuki fase berikutnya. Tapi, bagaimana kalau dengan suatu cara yang lebih bermakna dan bermanfaat serta bermartabat? Gimana caranya?

Mungkin kita boleh mencontoh cara para pelajar sebuah SMA di Korea Selatan ini. Para lulusan SMA Daemyung di Suwon, Gyeonggi ini merayakan kelulusannya dengan cara yang amat bersahaja, namun sesungguhnya jauh lebih berarti (baik bagi lulusan sendiri, maupun bagi orang tua mereka, dan mungkin bagi semua warga sekolah itu). Apa yang mereka lakukan terekam indah lewat gambar ini (maaf kalau tak terlalu bagus resolusinya karena hasil scan dari foto di koran)

.
Foto itu diberi judul ‘Tanda Bakti Anak’. Para lulusan bergantian membasuh kaki kedua orang tua mereka di dalam sebuah baskom. Sederhana bukan? Lalu apa artinya? Bagaimanapun mereka bisa lulus sekolah adalah hasil dari perjuangan dan pengorbanan kedua orang tua mereka. Orang tua sudah berkorban sedemikian demi masa depan yang gemilang buat anak-anaknya. Bagi orang tua, peristiwa itu pasti membuat mereka dihargai oleh anaknya, sekaligus membuat mereka bahagia dan bangga pada anaknya. Dan bagi si anak, peristiwa itu memberi pelajaran kepada mereka untuk menghargai pengorbanan orang lain, bahwa manusia tak dapat hidup sendirian dan mencapai segala sesuatu tanpa orang lain. Dan tentu saja, agar mereka tidak lupa kacang akan kulitnya, agar mereka tetap berbakti dan makin menghormati orang tuanya.

Ternyata, hal-hal kecil seringkali justru bermakna besar jika dilakukan dengan sepenuh hati. Dan ternyata pula, ada satu ilmu yang seharusnya dimasukkan dalam kurikulum di sekolah. Ilmu Berbakti. Salut pada SMA di Korea itu yang sudah menanamkannya pada anak didiknya melalui seremoni yang bersahaja itu…

Foto diambil dari Jawa Pos 11 Pebruari 2010 halaman 'Internasional'

Thursday 11 February 2010

Menghidupkan wisata lumpur Lapindo di Porong Sidoarjo.


Oleh: Kika Syafii


Setelah 3 tahun ditambah pasca 100 hari pemerintahan yang sekarang, ternyata tidak sedikitpun menyentuh kondisi sosial korban lumpur Lapindo yang ada di Desa Porong, Sidoarjo. Perlahan dan (seperti) pasti, kondisi sosial di Porong dan desa-desa lainnya yang terkena dampak lumpur Lapindo dilupakan bahkan ditinggalkan. Rembug Nasional (National Summit) yang diadakan Presiden setelah pelantikannya juga seperti sengaja untuk tidak mengundang korban lumpur Lapindo.


Masih tercecer saat ini lebih dari 300 KK yang menganggur, hak penghidupan yang semestinya menjadi hak paten manusia hidup masih juga tidak diperjuangkan dengan baik. Bisa dibayangkan, berapa total nyawa yang terancam kelangsungan hidup, pendidikan dan masa depan bila dihitung dari 300 KK. Uang ganti beli (yang jelas-jelas uangnya dari Negara alias Rakyat) juga tidak membantu banyak, karena masih banyak penduduk yang belum menerima uang ganti asset tersebut.


Kebijakan Perpres No. 14/2007 adalah termasuk kebijakan ‘kesopanan’ pemerintah pusat pro Lapindo, tidak tegas dalam memberesi persoalan rakyat akibat kebijakan pengelolaan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) yang tidak berorientasi pada social safety.


Terakhir minggu ketiga bulan pertama tahun ini, saya mencoba melakukan assesment secara nyata ke desa-desa yang terkena dampak lumpur Lapindo. Lokasi pengungsian yang masih semrawut, pengangguran nyata yang terlihat di sisi danau lumpur, hingga wajah-wajah tegang yang berseliweran disekitarnya. Namun terlihat juga beberapa pengunjung yang menikmati danau lumpur ciptaan Lapindo itu. Luas tanggul yang hampir mencapai 1 KM menjadi strategic view untuk menikmatinya. Terlihat sekali minim aktifitas yang terjadi disini. Hampir seperti daerah mati. Sebelum menikmatinya, saya dicegat dan di minta membayar sebesar 5000 rupiah sebagai ganti uang tiket masuk ke lokasi wisata danau lumpur. Tanpa senyum dan tanpa basa basi, terlihat sekali ketegangan yang sudah akut menyelimuti pikiran mereka-mereka yang ada di daerah ini.


Berbekal melihat dan mencermati keadaan, kebutuhan perut para pengungsi yang berjumlah lebih dari 300 KK tersebut sudah tidak bisa lagi dihindarkan. Sudah sangatlah mendesak. Menurut Ipung M Nizar, salah satu koordinator pengungsi, mereka sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Kebanyakan dari mereka sulit untuk diajak keluar dari daerah lumpur tersebut. Hingga akhirnya dia sebagai koordinator tidak bisa juga meninggalkan rekan-rekan dan beberapa saudaranya yang masih tinggal dan menunggu uang ganti beli dari Pemerintah. Namun mereka berjanji bila ada jaminan penghidupan yang layak, mereka akan berusaha untuk keluar dari lingkungan Lumpur yang jelas-jelas sudah tidak lagi kondusif untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Selama ini Ipung dan teman-teman mencoba untuk berkarya dengan membuat CD/DVD dokumenter tentang kejadian Lumpur Lapindo.


Untuk membantu Ipung dan rekan-rekannya, saya beserta teman-teman mencapai pada tahap kesepakatan untuk membantu dengan cara menghidupkan saja sekalian wisata di Danau Lumpur Lapindo. Secara SDM dan kreatifitas, daerah Tanggulangin dan Porong merupakan sentra produksi kerajinan yang sangat dikenal di Indonesia. Di Tanggul pembatas lumpur yang lebar mencapai 15 Meter serta panjang hampir 1 KM itu nantinya akan didirikan pasar wisata dengan berbagai penjualan. Hanya saja dibutuhkan banyak modal untuk orang-orang korban Lapindo ini agar bisa berjualan.


Untuk mensiasatinya, saya secara pribadi akan menggandakan CD/DVD Dokumenter Lumpur Lapindo serta membuat beberapa macam produk yang berhubungan dengan tragedi ini. Yang nantinya hasil penjualan dikurangi modal akan saya kirim ke beberapa koordinator pengungsi disana, entah itu LSM atau personal. Diantaranya Ipung dan LSM yang tergabung dalam http://korbanlumpur.info. Beberapa produknya adalah T-Shirt dan Topi.


Pengadaan konsep Pasar Wisata Danau Lumpur ini juga merupakan sebagai bentuk protes terhadap pemerintah dan mengingatkan kepada khalayak ramai bahwa masih banyak masalah yang diakibatkan oleh Lapindo dan pemerintah secara tidak langsung.


N.B

Dan bila ada rekan-rekan yang sanggup memberikan jaminan peminjaman uang kepada para korban untuk digunakan sebagai modal usaha awal, silahkan hubungi saya atau langsung kepada Ipung M Nizar dengan nomor telpon 0817335244.


Wednesday 10 February 2010

Kedai Kopi Menerima Tulisan Dari Luar


Lama juga saya mengalami hiatus di kedai kopi. Tidak heran, sudah banyak sarang laba-laba di setiap sudut... hehehehe. Para pelanggan juga semakin sepi saja. Tapi saya harus memaklumi hal ini. Tidak mungkin pelanggan memesan kopi atau datang sekedar mengobrol jika pemiliknya entah kemana rimbanya.

Tapi walau bagaimanapun kedai kopi akan tetap buka. Karena kesibukan di kantor dan di rumah, saya tidak bisa menghindari hiatus. Kemarin saya punya ide. Bagaimana jika kedai kopi menerima sumbangan tulisan dari sahabat-sahabat semua? Siapa saja boleh menulis di sini. Contentnya boleh beragam. Bagaimana pendapat anda?

Dengan cara ini kedai kopi pasti akan tetap ramai. Untuk menulis di kedai kopi, silahkan teman-teman menginformasikan email pribadi masing-masing. Oh ya, kali ini kopinya boleh gratis hehehehe..


pelanggan setia