Pages

Tuesday 8 December 2009

Mengukur Hari Peringatan

Seberarti apakah sebuah hari peringatan? Berbagai hari peringatan menjadi momentum dan sekaligus refleksi kesadaran. Sebahagian lagi-dan jumlah ini lebih banyak- menjadi sekedar seremoni dan ritual rutin tanpa hasil apa-apa. Sebuah tanggal terkait sebuah momentum biasanya wajib menjadi hapalan. Setelah itu biasanya menjadi penghuni wilayah renungan.

Ratusan ribu dan bahkan jutaan masyarakat Indonesia dipastikan akan turun ke jalan memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia 9 Desember, besok. Biarkan saja sejarah mencatat dirinya sendiri. Apakah hari itu adalah sebuah titik nadir atau malah sebuah peristiwa keruntuhan rezim? Berbagai kepentingan akan ikut ambil bagian dalam gerakan ini. Kelas menengah yang diwakili akademisi, mahasiswa, LSM dan elemen lainnya seperti biasa menjadi motor gerakan.

Hingga hari ini saya sendiri masih percaya dengan kekuatan kelas menengah di Indonesia dalam merintis dan mempelopori perubahan. Teori-teori sosial dari Max Webber mengingatkan kita bahwa perubahan manapun di dunia selalu dimulai dari pemberontakan kelas menengah. Gerakan perubahan yang terjadi di negara-negara Eropa lebih banyak menganut konsep gerakan yang sistemik dan terukur. Berbeda halnya dengan
kelas menengah kita di Indonesia. Siapapun tak akan menyangka gerakan reformasi Mei 1998 pada akhirnya hanya sebatas semangat, nostalgia perjuangan pergerakan tanpa perubahan signifikan. Kaum aktivis kala itu terlambat menyadari akan konsep gerakan yang tak terukur dan sistemik. Setelah Soeharto turun mereka kembali ke kampus masing-masing dan terlambat mengawal reformasi dengan sistem yang mereka sodorkan.

Mengenai gerakan tanggal 9 Desember? Saya hanya bisa mengukur pada batas empiris pengetahuan saya yang dangkal. Gerakan 9 Desember dapat berhasil hanya jika struktur dan personal dalam "sistem" bisa "dihabisi" oleh pengadilan rakyat. Selebihnya, tidak akan terjadi apa-apa. Kedengarannya memang agak menyeramkan. Tapi sejauh ini, sepanjang sejarahnya, teori-teori Max Webber belum pernah keliru. Kita tidak usah terlalu takut dengan revolusi. Bukankah revolusi juga yang telah berhasil mengantarkan republik ini bebas dari kolonialisme? Rakyat Indonesia sudah sekian lama menganut paham kompromi dengan pihak kekuasaan sejak merasa merdeka.

pelanggan setia