Pages

Wednesday 24 March 2010

SAAT KOPI PERNAH TERLARANG

Ada cerita menarik berkaitan dengan sejarah kopi. Konon, Raja Gustaff II (1594-1632) dari Swedia pernah menjatuhkan hukuman kepada dua orang bersaudara kembar. Mereka dianggap bersalah dalam suatu tindak pidana yang dituduhkan kepada mereka. Untuk menentukan siapa yang bersalah, sang raja membuat aturan unik dan tak lazim.

Salah seorang hanya diizinkan minum kopi selama hidupnya, sedangkan seorang lagi hanya boleh minum teh. Nah, siapa yang lebih dulu meninggal, dialah yang dianggap bersalah. Ternyata, yang meninggal duluan adalah peminum teh pada usia 83 tahun, meski sudah terlambat, dia ditetapkan sebagai yang bersalah. Sejak saat itulah, orang Swedia dan negara-negara di kawasan Skandinavia menjadi begitu maniak dan fanatik terhadap kopi. Mungkin mereka percaya dengan minum kopi, umur mereka bisa lebih panjang.

Monday 8 March 2010

" Aku ingin belajar bersama mama !"


Sudah hampir satu tahun lamanya nina, gadis cilik berusia lima tahun itu ditinggal ibunya untuk selamanya. Otomatis tugas seorang ibu diemban oleh sang ayah, yang harus sebisa mungkin menjadi dua peran sekaligus dikerjakannya.

Pada suatu hari sang ayah tak dapat menahan emosi dengan memukul Nina, dengan alasan Nina nakal tak dapat melakukan les baca dengan baik disekolahnya. Walau kesakitan yang diderita Nina atas pukulan sang ayah yang membagi buta, Nina hanya mampu memohon maaf terhadap sang ayah, tapi sang ayah tak perduli dengan rajukan pilu sang anak.

Setelah waktu telah berlalu dari kejadian itu, sang ayah menanyakan alasan kenapa Nina tak mau les baca, Nina menjawab lirih...” aku ingin belajar bersama mama !” .

Sang ayah tersentak dengan jawaban sang anak, akhirnya Nina dipeluknya dengan segala pengertian yang dilontarkan sang ayah. Dan sang ayahpun memohon maaf untuk tidak mengulang lagi perbuatannya.

Hari raya tinggal beberapa hari lagi dari bulan ramadhan, Ayah Nina sudah mempersiapkan puluhan lembar kartu ucapan untuk handai taulan dan relasinya.

Sepulang dari kantor, sang ayah tak menemukan kartu ucapan itu dilaci mejanya. Dengan nada bingung sang ayah bertanya terhadap Nina tentang kartu ucapan itu, Nina menjawab dengan polos ..”aku kirim kekantor pos, ayah!”

Dengan kemarahan yang tak terbendung lagi Nina dipukul kembali oleh sang ayah, seperti biasa Nina hanya mampu, merajuk memohon maaf, dan seperti biasa sang ayah tak mau perduli.

Akhirnya sang ayah mengecek ke kantor Pos untuk memastikan kartu-kartu ucapan yang dikirim Nina, setelah dicek kebenarannya Nina telah mengirim, dan dicek pula isi dari kartu-kartu tersebut, ternyata tanpa tulisan apapun atau kosong, karena Nina belum mampu menulis.

Setelah Nina ditanya sang ayah kenapa kirim kartu-kartu tersebut dengan tanpa tulisan, Nina memjawab lirih...” aku ingin mengirimi mama disurga , karena sebentar lagi hari raya, agar mama pulang!”

Dengan isak tangis sang ayah memeluk Nina , kesadaran lalu meliputi sang ayah bahwa Nina sangat membutuhkan seorang mama disampingnya, karena peran dia menjadi seorang ibu telah gagal.

Kasih sayang dan perhatian yang sangat dibutuhkan Nina adalah sangat lah wajar dari usia yang begitu dini telah ditinggal pergi seorang ibu untuk selamanya, ibu Nina memang sudah dikehendaki pulang lebih cepat keharibaannya. Cobaan begitu berat bagi suami dan anaknya dan harus menerima kenyataannya. Dan apakah seorang ibu yang meninggalkan seorang anak begitu saja dengan perceraian , sadar akan tugas dan kewajibannya sebagai ibu yang sangat dibutuhkan sang anak. Marilah kita renungkan bersama .

*********

Tuesday 2 March 2010

KITA MASIH BUTUH SECANGKIR KOPI

Entah kenapa tiba-tiba aku menjadi seorang plagiat. Ya...benar-benar menjadi plagiator dari sebuah pesan yang aku dapat dari HP ku dan aku rasa cukup penting untuk di bagi di blog ini. Dan aku sendiri tidak tahu dari mana asal tulisan ini. Dan siapapun yang menulis dan mengirimkannya via Blackberry aku mohon maaf karena setelah aku telusuri aku tak pernah tahu siapa yang mengawalinya. Ini kisah tentang pentingnya secangkir kopi bagi kehidupan kita.

Seorang profesor berdiri di depan kelas filsafat. Tanpa mengucapkan sepatah kata, dia mengambil "toples" kosong yang besar dan mulai mengisi dengan "bola-bola golf". Lalu dia bertanya apakah "toples" itu sudah penuh????? mereka setuju dan mengatakan iya.

Kemudian sang Profesor mengambil sekotak "batu koral" dan menuangkannya ke dalam  toples. Ia mengguncang ringan. "Batu-batu koral" masuk dan mengisi tempat-tempat kosong antara bola-bola golf. Dia kembali bertanya, apakah toples itu sudah penuh?  Para murid kembali mengangguk setuju

Selanjutnya sang profesor kembali mengambil "sekotak pasir" dan menebarkan ke dalam toples. Tentu saja pasir itu menutup semua yang ada di dalamnnya termasuk bola golf dan batu koral. Sekali lagi ia bertanya, murid-muridnya tertawa dan setuju bahwa toples tersebut sekarang benar-benar telah penuh.

Profesor kemudian menuangkan "dua cangkir kopi" ke dalam toples, dan kopi tersebut merembes mengisi ruangan-ruangan di antara pasir.

Sang Profesor berkata, "Pahamilah bahwa 'toples' ini mewakili hidup kita. 'Bola-bola golf'  adalah hal-hal penting bagi kita. Agama, Tuhan, Keluarga, Anak-anak, kesehatan dan para Sahabat. Jika semua hilang dan hanya tinggal mereka yang kau miliki, maka hidupmu masih tetap akan penuh.

'Batu-batu koral' adalah pekerjaan, rumah, mobil, dan hal-hal lain yang menunjang kehidupan. Sedangkan 'pasir' adalah hal-hal lainnya yang sepele. Makanan enak, pakaian bagus, pujian teman dan sebagainya.
Jika yang pertama kita masukkan pasir ke dalam toples, maka tidak akan tersisa ruang untuk bola golf dan batu koral. Sehingga energi kita akan habis untuk hal-hal yang sepele saja.

Jadi, beri perhatian untuk hal-hal yang kritis. Sayangilah pasanganmu. Bermainlah dengan anak-anakmu. Luangkan waktu untuk kesehatanmu. Beri perhatian dulu pada bola-bolo golf. Dengan begitu hidup menjadi benar.

Salah satu murid bertanya, "bagaimana dengan kopinya? simbol apa itu?
Sang Profesor tertawa, "itu untuk menunjukkan bahwa sekalipun hidupmu tampak begitu penuh, selalu tersedia tempat untuk secangkir kopi bersama sahabatmu" 


Mungkin bagi orang lain, kiriman-kiriman pesan seperti ini seperti sesuatu yang tidak penting atau bahkan membosankan. Tapi entah kenapa pesan itu benar-benar menyadarkan aku tentang apa yang aku anggap penting dalam kehidupanku. Terkadang aku tak peduli dengan bola-bola golf dan lebih mementingkan batu koral dan sekantung pasir.
Dan yang lebih penting lagi adalah aku terlalu sibuk dengan kehidupanku dan permasalahanku hingga aku lupa jika aku butuh seorang teman atau seorang teman yang membutuhkanku untuk saling mengisi dan berbagi sambil minum secangkir kopi.
Sahabat.....adakah yang mau menemaniku minum kopi saat ini?




 Catatan ini aku persembahkan kepada para pecinta kedai kopi 
yang masih mempunyai kesempatan untuk berbagi

pelanggan setia